بسم
الله الرحمن الرحيم
Segala puji bagi
Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada
keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga
hari Kiamat, amma ba’du:
Allah Subhaanahu
wa Ta'ala memerintahkan kita memiliki adab yang tinggi terhadap Rasul-Nya
shallallahu 'alaihi wa sallam. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa ayat berikut:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ
وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
"Wahai orang-orang yang beriman!
Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-nya, dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Al Hujurat: 1)
Maksud ayat ini
adalah, bahwa orang-orang mukmin tidak boleh menetapkan sesuatu hukum, sebelum
ada ketetapan dari Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa
sallam. Hal ini termasuk adab kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa
sallam.
Dalam ayat lain,
Allah Ta'ala berfirman,
لَا
تَجْعَلُوا دُعَاء الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاء بَعْضِكُم بَعْضًا
"Janganlah kamu jadikan panggilan
Rasul di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang
lain)." (QS. An Nuur: 63)
Maksud ayat ini
adalah jangan memanggil Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam seperti
memanggil antara sesama, misalnya memanggil Beliau dengan mengatakan, “Wahai
Muhammad,” tetapi katakanlah, “Wahai Nabiyullah,” atau “Wahai Rasulullah,”
dengan ucapan yang lembut dan tawadhu’ dan dengan merendahkan suara.
Ada pula yang
menafsirkan, bahwa kita tidak boleh menjadikan panggilan (seruan) Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam seperti seruan antara sesama kita yang bisa
dipenuhi dan bisa tidak. Oleh karena itu, apabila Beliau memanggil kita, maka
kita wajib mendatangi.
Qatadah berkata,
“Allah memerintahkan agar Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam disegani,
dimuliakan, dibesarkan dan ditinggikan.”
Beberapa
adab terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
Berikut ini
beberapa adab yang perlu kita lakukan terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam:
1.
Mengimani bahwa
Beliau adalah hamba dan Rasul-Nya shallalahu 'alaihi wa sallam.
Pernyataan bahwa
Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai hamba menghendaki kita
untuk tidak bersikap ifrath (berlebihan) terhadap Beliau; tidak seperti
orang-orang Nasrani yang berlebihan terhadap nabi mereka sampai menuhankannya.
Dan pernyataan bahwa Beliau sebagai Rasul menghendaki kita untuk tidak bersikap
tafrith (meremehkan) Beliau, karena Beliau adala utusan Allah. Oleh karena itu,
kita harus memiliki adab yang tinggi terhadap Beliau, seperti menaati
perintahnya, menjauhi larangannya, dsb.
2.
Menaati
perintahnya.
Allah Subhaanahu
wa Ta'ala berfirman,
وَأَطِيعُواْ
اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَاحْذَرُواْ فَإِن تَوَلَّيْتُمْ فَاعْلَمُواْ
أَنَّمَا عَلَى رَسُولِنَا الْبَلاَغُ الْمُبِينُ
"Dan taatlah kamu kepada Allah dan
taatlah kamu kepada Rasul-(Nya) dan berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka
ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan
(amanat Allah) dengan terang."
(QS. Al Maa''idah: 92)
فَلْيَحْذَرِ
الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ
عَذَابٌ أَلِيمٌ
"Maka hendaklah orang-orang yang
menyalahi perintahnya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang
pedih." (QS. An Nuur: 63)
3.
Menjauhi
larangannya.
Allah Subhaanahu
wa Ta'ala berfirman,
وَمَا آتَاكُمُ
الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ
اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
"Apa yang diberikan Rasul
kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukumannya." (QS. Al Hasyr: 7)
4.
Membenarkan
setiap sabdanya.
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
« وَالَّذِى نَفْسُ {مُحَمَّدٍ} بِيَدِهِ لاَ يَسْمَعُ بِى أَحَدٌ
مِنْ هَذِهِ الأُمَّةِ يَهُودِىٌّ وَلاَ نَصْرَانِىٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ
يُؤْمِنْ بِالَّذِى أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ »
.
“Demi Allah yang jiwa Muhammad di
Tangan-Nya, tidak ada seorang pun yang mendengar tentang diriku dari umat ini;
baik orang Yahudi maupun Nasrani, lalu ia meninggal dalam keadaan tidak beriman
kepada yang aku bawa kecuali ia pasti termasuk penghuni neraka.” (HR. Muslim)
5.
Beribadah kepada
Allah sesuai contohnya.
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ
عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
"Barang siapa yang mengerjakan
amalan yang tidak kami perintahkan, maka amalan itu tertolak." (HR.
Bukhari dan Muslim)
6.
Mencintainya di
atas kecintaan kepada diri sendiri, anak, ayah, dan manusia seluruhnya.
Rasulullah
shallalallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ، حَتَّى
أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
"Tidak (sempurna) iman salah
seorang di antara kalian, sampai aku lebih dicintainya daripada ayahnya,
anaknya, dan manusia semuanya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Bukhari
meriwayatkan dari Abdullah bin Hisyam, bahwa Umar bin Khaththab pernah berkata
kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Wahai Rasulullah,
sesungguhnya engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu selain diriku,"
maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
لاَ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ،
حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ
"Tidak, demi Allah yang diriku di
Tangan-Nya, bahkan sampai aku lebih dicintai olehmu daripada dirimu."
Umar berkata,
"Sekarang, demi Allah. Engkau lebih aku cintai daripada diriku." (HR.
Bukhari)
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam kemudian bersabda, "Sekarang (sempurna imanmu), wahai
Umar."
7.
Menghidupkan
sunnahnya, menyampaikan dakwahnya, dan melaksanakan pesan-pesannya.
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً
فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ
مِنْ أُجُورِهِمْ شَىْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ
عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ
يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ » .
“Barang siapa mencontohkan dalam Islam sunnah
yang baik, maka ia akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengamalkan
setelahnya. Barang siapa yang mencontohkan sunnah yang buruk, maka ia akan
menanggung dosanya dan dosa orang yang mengamalkan setelahnya tanpa dikurangi
sedikit pun dari dosa-dosa mereka.” (HR. Muslim)
Sunnah yang baik
dalam hadits ini adalah mencontohkan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam yang sebelumnya ditinggalkan manusia, sedangkan sunnah yang buruk adalah
mengadakan bid'ah dalam agama. Hal ini ditunjukkan oleh hadits berikut:
مَنْ أَحْيَا سُنَّةً مِنْ سُنَّتِي،
فَعَمِلَ بِهَا النَّاسُ، كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا، لَا يَنْقُصُ
مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا، وَمَنْ ابْتَدَعَ بِدْعَةً، فَعُمِلَ بِهَا، كَانَ عَلَيْهِ
أَوْزَارُ مَنْ عَمِلَ بِهَا، لَا يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِ مَنْ عَمِلَ بِهَا شَيْئًا
"Barang siapa yang menghidupkan
salah satu sunnahku, lalu dilakukan oleh manusia, maka dia akan mendapatkan
pahala seperti pahala orang yang melakukannya tanpa dikurangi dari pahala
mereka sedikit pun. Dan barang siapa yang mengadakan sebuah bid'ah, lalu
dikerjakan oleh yang lain, maka ia akan menanggung dosa seperti dosa orang yang
melakukannya tanpa dikurangi sedikit pun dari dosa orang yang
melakukannya." (HR. Ibnu Majah, dan dinyatakan shahih lighairih
oleh Al Albani).
8.
Mengedepan
perkataan Beliau di atas semua perkataan manusia.
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma
berkata,
يُوْشِكُ أَنْ تَنْزِلَ عَلَيْكُمْ
حِجَارَةٌ مِنَ السَّمَاءِ. أَقُوْلُ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، وَتَقُوْلُوْنَ: قَالَ أَبُوْ بَكْرٍ وَعُمَرُ
"Hampir saja kalian ditimpa hujan
batu dari langit. Aku mengatakan, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda," tetapi kalian mengatakan, "Abu Bakar dan Umar
berkata."
Imam Abu Hanifah
pernah berkata,
إِذَا قُلْتُ قَوْلاً يُخَالِفُ
كِتَابَ اللهِ تَعَالَى وَخَبَرَ الرَّسُوْلِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاتْرُكُوْا
قَوْلِيْ
"Jika aku mengatakan sebuah
perkataan yang menyelisihi kitab Allah Ta'ala dan berita dari Rasul shallallahu
'alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku."
Imam malik
pernah berkata,
لَيْسَ أَحَدٌ بَعْدَ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلاَّ وَيُؤْخَذُ مِنْ قَوْلِهِ وَيُتْرَكُ إِلاَّ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
"Tidak ada seorang pun setelah
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melainkan pendapatnya boleh diambil dan
ditinggalkan selain Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam."
Imam Syafi'i
pernah berkata,
أَجْمَعَ الْمُسْلِمُوْنَ عَلَى
أَنَّ مَنِ اسْتَبَانَ لَهُ سُنَّةٌ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لَمْ يَحِلَّ لَهُ أَنْ يَدَعَهَا لِقَوْلِ أَحَدٍ
"Kaum muslim sepakat, bahwa barang
siapa yang telah jelas baginya sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
maka tidak halal baginya meninggalkannya karena pendapat seseorang."
Imam Ahmad
pernah berkata,
مَنْ رَدَّ حَدِيْثَ رَسُوْلِ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَهُوَ عَلَى شَفَا هَلَكَةٍ
"Barang siapa yang menolak hadits
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka dia berada di tepi jurang
kebinasaan."
9.
Menjadikan
Beliau sebagai hakim terhadap semua masalah yang diperselisihkan.
Allah Subhaanahu
wa Ta'ala berfirman,
فَلاَ وَرَبِّكَ
لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّىَ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ
يَجِدُواْ فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُواْ تَسْلِيمًا
"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada
hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara
yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka
sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima
dengan sepenuhnya." (QS. An Nisaa':
65)
10.
Bershalawat dan
salam kepadanya.
Allah
Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,
إِنَّ
اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
"Sesungguhnya Allah
dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman!
Bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan
kepadanya." (QS. Al Ahzaab: 56)
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
الْبَخِيلُ الَّذِي مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ
"Orang yang bakhil (pelit) adalah orang yang ketika disebut
namaku di dekatnya, namun tidak mau bershalawat kepadaku." (HR. Ahmad,
Tirmidzi, Nasa'i, Ibnu Hibban, dan Hakim, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul
Jami' no. 2878).
Wallahu
a'lam, wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa
Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji': Maktabah Syamilah versi 3.45, Shifatu Shalatin
Nabi (M. Nashiruddin Al Albani), Minhajul
Muslim (Abu Bakar Al Jaza'iriy), dll.
No comments:
Post a Comment