بسم الله الرحمن الرحيم
Segala puji bagi Allah, shalawat
dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, para sahabatnya dan orang-orang
yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini merupakan
lanjutan adab penuntut ilmu semoga Allah menjadikannya bermanfaat, Allahumma
aamiin.
Adab Penuntut Ilmu
19. Memurajaah ilmu yang ia peroleh dari guru.
Mu’adz bin Jabal berkata, “Pelajarilah ilmu, karena
mempelajarinya karena Allah adalah rasa takut, mencarinya adalah ibadah,
mengingat-ingatnya adalah tasbih, mengkajinya adalah jihad, mengajarkan kepada
orang yang tidak tahu adalah sedekah dan memberikan kepada orang yang berhak
adalah sebuah pendekatan diri kepada Allah.”
20. Hendaknya waktunya lama.
Imam Ahmad berkata,
“(Menuntut ilmu) dari tempat tinta sampai ke tempat kubur.”
21. Hendaknya memperhatikan tiga perkara dalam ilmu, yaitu Al Qur’an,
As Sunnah dan Tauhid.
22.
Hendaknya ia tidak banyak
berdehem atau banyak bertingkah, dan tidak bersiwak di majlis ilmu. Demikian juga hendaknya ia tidak banyak
tertawa, tidak bercakap-cakap dengan kawannya, tidak merendahkan saudaranya
atau mengolok-olok mereka, karena mereka adalah saudaranya.
23. Berusaha tidak mengantuk.
24. Tidak banyak meminta pengulangan kepada guru.
25. Buah dari ilmu adalah mengamalkannya dan menyampaikannya.
Allah Subhaanahu wa Ta’ala mencela orang-orang yang tidak
mengamalkan ilmu
mereka dan menyerupakan mereka seperti keledai yang memikul kitab-kitab, namun
tidak paham isinya. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya
Taurat, kemudian mereka tidak memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab
yang tebal. Sangatlah buruk perumpamaan kaum yang
mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum
yang zalim.” (Terj.
QS. Al Jumu’ah: 5)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
لاَ تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْئَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيْمَ أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ
فِيْمَ فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَ أَنْفَقَهُ وَعَنْ
جِسْمِهِ فِيْمَ أَبْلاَ
“Tidaklah bergeser dua kaki seorang hamba pada hari
Kiamat sampai ditanya tentang umurnya, untuk apa ia habiskan. Tentang ilmunya,
untuk apa ia berbuat, tentang hartanya, dari mana ia peroleh dan ke mana ia
keluarkan, serta tentang badannya untuk apa ia letihkan?” (HR. Tirmidzi, dan
dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 7300)
26.
Hendaknya
ia berusaha mengikat dhawabith (kaidah dalam satu masalah) dan kaidah kulliyyah
(yang menyeluruh), memilah hadits yang shahih dengan yang dha’if dan mencatat
masalah-masalah furu’.
27. Jika seorang penuntut ilmu hendak pindah ke guru yang lain,
hendaknya ia beritahukan, dan bahwa berpindahnya itu bukan maksudnya karena
merasa tidak butuh kepadanya, dan hal ini dilakukan dengan penuh adab dan
hormat.
28. Hendaknya ia menjauhi berbicara dengan guru menggunakan kalimat
yang menunjukkan kesombongan, seperti “menurut saya” atau “saya lebih
menguatkannya,” dsb.
29. Jika seorang guru salah ucap tanpa disadari, maka silahkan
meluruskan dengan penuh hormat.
30. Hendaknya ketika ia berdahak atau bersin tidak mengeraskan
suaranya. Dan untuk bersin, hendaknya ia tutup mukanya dengan bajunya sebagaimana
yang dilakukan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (HR. Abu Dawud dan
Hakim dengan sanad shahih).
31. Hendaknya ia tidak mendesak seorang guru ketika guru sedang lelah.
32. Tidak patut bagi penuntut ilmu memutuskan penjelasan guru ketika
menerangkan pelajaran.
33. Abu Hanifah rahimahullah berkata, “Sesungguhnya saya
mendapatkan ilmu dengan memuji Allah dan bersyukur kepada-Nya. Setiap kali aku
paham dan diberitahukan fiqh dan hikmah, aku berkata “Al Hamdulillah”, maka
bertambahlah ilmuku.”
Demikianlah
sepatutnya seorang penuntut ilmu, ia menyibukkan diri dengan bersyukur baik
dengan lisan, hati, anggota badan maupun keadaan. Dia yakin bahwa pemahaman,
ilmu dan taufiq yang didapatkannya adalah berasal dari Allah Ta’ala. Ia pun
meminta hidayah-Nya dengan berdoa dan bertadharru’ (merendahkan diri)
kepada-Nya, karena Allah Ta’ala akan menunjuki orang yang meminta hidayah
kepadanya.
34. Demikian juga hendaknya ia membaca buku-buku tentang adab menuntut
ilmu, seperti Tadzkiratus saami’ wal mutakallim fii aadabil ‘aalim wal
muta’allim karya Badruddin bin Jama’ah, Ta’limul Muta’allim (namun
ada beberapa kekeliruan di dalamnya dan hadits-haditsnya juga banyak yang
dha’if), Adabul ‘aalim wal muta’allim oleh Imam Nawawi yaitu pada kitab Al
Majmu’nya, Hilyah Thalibil ‘Ilmi oleh Syaikh Bakar Abu Zaid dan
bagian awal kitab Jami’ul ilmi wa fadhluh oleh Ibnu ‘Abdil Barr.
Kaum salaf dalam menuntut
ilmu
Setelah Rasulllah shallallahu
'alaihi wa sallam wafat, maka Ibnu ‘Abbas banyak bertanya kepada para sahabat Rasulllah
shallallahu 'alaihi wa sallam tentang apa yang disabdakan Rasulllah shallallahu
'alaihi wa sallam. Setiap kali ia mengetahui ada seorang yang mengetahui hadits
Rasulllah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka ia segera pergi kepadanya. Jika
ia mendapati sahabat tersebut sedang tidur siang, maka ia duduk di pintunya dan
menunggunya hingga bangun, sampai-sampai ia tertimpa debu-debu yang
diterbangkan oleh angin yang bertiup di gurun. Ketika sahabat itu keluar dan
melihat Ibnu ‘Abbas, maka ia berkata, “Wahai keponakan Rasulllah shallallahu
'alaihi wa sallam, kenapa engkau datang ke sini? Tidakkah engkau kirim
seseorang kepadaku, biarlah aku yang datang kepadamu?” Ibnu ‘Abbas menjawab,
“Tidak, saya lebih berhak datang kepadamu untuk menanyakan hadits kepadamu?”
(HR. Hakim)
Jabir bin Abdillah berkata, “Telah sampai kepadaku sebuah
hadits dari seseorang yang ia dengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, maka aku beli seekor unta untuk pergi mendatanginya, maka aku pergi
kepadanya dalam waktu sebulan hingga aku sampai di Syam, lalu aku mendapatinya
yaitu Abdullah bin Unais radhiyallahu ‘anhu, maka aku berkata kepada penjaga
pintu, “Katakan kepadanya bahwa Jabir ada di pintu.” Maka Abdullah bin Unais
berkata, “Apakah putera Abdullah?” Aku menjawab, “Ya.”
Maka ia pun segera keluar menemuinya, lalu ia memelukku dan aku pun memeluknya,
maka aku berkata, “Ada sebuah hadits yang sampai kepadaku darimu; bahwa engkau
mendengarnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang qishas, maka
aku khawatir kamu wafat atau aku wafat sebelum aku mendengarnya, maka Abdulllah
bin Unais menyampaikan hadits itu kepadanya.” (Diriwayatkan oleh Ahmad dan
Thabrani)
Ubaidullah bin ‘Addiy berkata, “Telah sampai kepadaku
sebuah hadits yang ada pada ‘Ali (bin Abi Thalib), maka aku khawatir jika ia
wafat, lalu aku tidak memperolehnya pada orang lain. Oleh karena itu, aku
mengadakan perjalanan untuk menemuinya sehingga aku menemuinya di Irak.”
(Diriwayatkan oleh Al Khathib)
Ibnu Mas’ud berkata, “Kalau sekiranya ada orang yang
dapat dicapai oleh unta, dimana orang tersebut ternyata lebih tahu tentang apa
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka aku
akan mendatanginya sehingga ilmuku bertambah.” (Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir)
Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa
shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraaji’: Adab Thalibil ‘Ilmi (Syaikh KHalid bin Abdul ‘Aziz Al Huwaisain), Aadabul ‘Ilmi (dari situs islam.aljayyash.net.), Modul Akhlak (penyusun) dll.
No comments:
Post a Comment